Gambar: Presiden Prabowo Subianto menyampaikan sambutannya pada peluncuran kelembagaan 80.081 Koperasi Desa/Kelurahan Merah Putih (KDMP/KKMP) dalam sebuah acara yang digelar di Koperasi Desa Merah Putih Bentangan, Desa Bentangan, Kecamatan Wonosari, Kabupaten Klaten, pada Senin, 21 Juli 2025. (Foto: BPMI Setpres/Rusman)
RUBRIK ANALISIS
“Serakahnomics: Ekonomi Serakah yang Menghisap Darah Rakyat.”
1. Definisi dan Asal-usul Serakahnomics
1.1 Etimologi dan Arti Harfiah
Istilah “Serakahnomics” merupakan gabungan (portmanteau) dari dua kata: “serakah” dan “ekonomi”. Kata “serakah” dalam bahasa Indonesia berarti rakus, tamak, atau serakah yakni keinginan berlebihan terhadap kekayaan atau keuntungan tanpa memperhatikan batas etika atau hukum. Sufiks “-nomics” diambil dari bahasa Inggris economics, yang merujuk pada ilmu sosial yang mempelajari produksi, distribusi, dan konsumsi barang serta jasa. Dengan demikian, terjemahan harfiah “Serakahnomics” adalah “ekonomi serakah”.
Konstruksi linguistik ini secara langsung melekatkan konotasi negatif pada praktik ekonomi yang digambarkan: sistem atau perilaku yang menempatkan keserakahan sebagai motor utama, bukan prinsip-prinsip efisiensi, keadilan sosial, atau kesejahteraan masyarakat. Penggabungan istilah lokal dengan sufiks disiplin ilmu global menjadikannya label yang kuat, mudah dipahami, dan langsung terasa relevan dalam konteks Indonesia.
1.2 Penciptaan Istilah oleh Presiden Prabowo Subianto
Istilah “Serakahnomics” secara resmi diciptakan dan diperkenalkan ke ruang publik oleh Presiden Republik Indonesia, Prabowo Subianto. Kali pertama digunakan secara terbuka adalah dalam pidato penutupan Kongres Partai Solidaritas Indonesia (PSI) 2025 di Surakarta, Jawa Tengah, pada Minggu, 20 Juli 2025, dan diulang pada peluncuran 80.081 Koperasi Desa/Kelurahan Merah Putih (KDMP/KKMP) di Kabupaten Klaten, 21 Juli 2025.
Presiden Prabowo secara eksplisit menyatakan:
“Sekarang kita menghadapi fenomena baru… ternyata muncul mazhab ekonomi baru, yang saya namakan serakahnomics.”
Pernyataan ini menandai titik awal lahirnya istilah, menempatkannya sebagai kritik tajam dari puncak kepemimpinan nasional. Dengan menciptakan istilah ini, Presiden Prabowo mengambil alih kepemilikan terhadap kritik terhadap praktik ekonomi yang dianggap merugikan bangsa, serta membingkai isu ini sebagai keprihatinan utama pemerintahannya.
1.3 Konteks Awal dan Tujuan Penggunaan
Istilah Serakahnomics diperkenalkan dalam konteks keprihatinan terhadap praktik tidak jujur di sektor penggilingan beras yang diduga merugikan negara hingga Rp100 triliun per tahun. Tujuan Presiden Prabowo adalah:
- Menegaskan bahwa perilaku ekonomi yang didorong keserakahan telah menjadi pola baru dalam praktik ekonomi nasional.
- Menciptakan alat retorika yang kuat untuk mengutuk pelaku ekonomi yang mengutamakan keuntungan pribadi tanpa memperhatikan norma moral, hukum, dan kepentingan sosial.
- Membedakan Serakahnomics dari mazhab ekonomi konvensional (liberal, sosialis, dsb.), dengan menyatakannya sebagai “ilmu keserakahan” (science of greed).
- Menyoroti komitmen pemerintah pada ekonomi berbasis rakyat, serta menegaskan langkah-langkah nyata misalnya pembentukan koperasi desa sebagai model alternatif yang adil dan pro-rakyat.
2. Konsep Inti dan Karakteristik Serakahnomics
2.1 Keserakahan sebagai Prinsip Panduan
Serakahnomics secara fundamental menjadikan keserakahan sebagai prinsip utama. Presiden Prabowo menggambarkannya sebagai model ekonomi yang “tidak lagi rasional, murni karena serakah”, di mana akumulasi kekayaan menjadi tujuan akhir terlepas dari etika atau kesejahteraan sosial. Praktik ini tampak pada:
- Penyelundangan atau manipulasi harga beras.
- Pembelian gabah di bawah HPP (Harga Pembelian Pemerintah).
- Pengemasan beras medium sebagai beras premium untuk meraup margin tinggi.
2.2 Pengabaian Norma Moral, Aturan Hukum, dan Kepentingan Sosial
Ciri khas kedua adalah pengabaian terhadap:
- Norma moral – keputusan bisnis yang merugikan petani dan konsumen.
- Aturan hukum – pelanggaran UU Persaingan Usaha, UU Perdagangan, hingga UU Pangan.
- Kepentingan sosial – tidak memperdulikan kesejahteraan rakyat dan kerugian negara.
Presiden menegaskan pelaku Serakahnomics “sudah tidak bisa dikatakan bertindak rasional” dan “sudah tidak kapok” meski sudah berkali-kali diberi peringatan.
2.3 Kontras dengan Ekonomi Berbasis Rakyat
Serakahnomics ditempatkan sebagai kebalikan dari ekonomi berbasis rakyat. Jika ekonomi berbasis rakyat menekankan keadilan sosial, kesejahteraan bersama, dan pemberdayaan komunitas lokal, maka Serakahnomics justru:
- Menumpuk kekayaan pada segelintir pihak.
- Menghasilkan ketimpangan sosial-ekonomi.
- Menyalahi semangat Pasal 33 UUD 1945 tentang perekonomian nasional berlandaskan kekeluargaan.
Pemerintah menawarkan Koperasi Desa/Kelurahan Merah Putih (KDMP/KKMP) sebagai model alternatif yang menjamin distribusi keuntungan lebih merata.
3. Serakahnomics dalam Wacana Politik dan Ekonomi
3.1 Kritik dan Peringatan Presiden Prabowo
Presiden Prabowo secara konsisten:
- Menamakan Serakahnomics sebagai “musuh baru” bangsa.
- Mengancam akan menutup dan menyita pabrik penggilingan yang terbukti curang.
- Memerintahkan Kejaksaan Agung dan Polri untuk bertindak tegas tanpa pandang bulu.
- Menjanjikan “hari perhitungan pasti tiba” bagi pelaku Serakahnomics.
3.2 Identifikasi sebagai “Musuh Baru” Negara
Dengan menyematkan label “musuh baru”, pemerintah:
- Menaikkan isu ini ke level keamanan nasional.
- Menggalang solidaritas rakyat melawan praktik ekonomi tidak adil.
- Memberi legitimasi bagi intervensi negara yang tegas, termasuk penyitaan aset dan penegakan hukum maksimal.
3.3 Korelasi dengan Kejahatan Ekonomi dan Kerugian Negara
Serakahnomics secara eksplisit dikaitkan dengan:
- Kejahatan ekonomi – manipulasi harga, pengemplangan pajak, monopoli.
- Kerugian negara Rp100 triliun/tahun dari praktik adulterasi beras (tindakan pencampuran, penambahan, atau pemalsuan suatu produk dengan bahan lain yang tidak diinginkan atau tidak semestinya, biasanya dengan tujuan menurunkan kualitas atau menipu konsumen).
- Potensi penyelewengan anggaran yang seharusnya dialokasikan untuk pendidikan, kesehatan, dan infrastruktur.
4. Implikasi dan Analisis Serakahnomics
4.1 Potensi Pelanggaran Konstitusional
Presiden Prabowo menyatakan bahwa Serakahnomics “berpotensi melanggar konstitusi” karena:
- Mengabaikan kepentingan rakyat sebagaimana diamanatkan UUD 1945.
- Menyalahi Pasal 33 tentang perekonomian yang berlandaskan keadilan sosial.
- Menghambat pemenuhan hak konstitusional warga atas kesejahteraan yang layak.
4.2 Dampak terhadap Kepentingan Nasional dan Kesejahteraan Publik
Dampak yang dikeluhkan:
- Ketimpangan sosial semakin lebar.
- Inflasi pangan akibat manipulasi harga.
- Penurunan kepercayaan publik terhadap lembaga pasar dan negara.
- Peluang pendidikan dan layanan publik tereduksi karena aliran dana negara tersedot ke praktik Serakahnomics.
4.3 Sikap Resmi Pemerintah dan Langkah yang Diusulkan
Pemerintah menegaskan sikap:
- Nol toleransi terhadap ekonomi serakah.
- Penegakan hukum tegas – penyidikan, penuntutan, penyitaan aset.
- Penguatan koperasi dan UMKM sebagai penyangga ekonomi rakyat.
- Pemanfaatan teknologi (satelit, blockchain, dsb.) untuk transparansi harga dan logistik pangan.
- Kampanye moral dan etika bisnis di seluruh rantai pasokan.
5. Interpretasi Lebih Luas dan Konsep Ekonomi Terkait
5.1 Perbandingan dengan “-Nomics” Lain (mis. Reaganomics)
Istilah | Fokus Utama | Konotasi | Contoh Kebijakan |
---|---|---|---|
Reaganomics | Potongan pajak, deregulasi, pasar bebas | Netral | Tax cuts 1981-89 |
Abenomics | Pelonggaran moneter, stimulus fiskal | Netral | QE Jepang 2013 |
Serakahnomics | Perilaku tamak, merugikan negara & rakyat | Negatif | — (kritik perilaku, bukan kebijakan) |
Berbeda dari istilah netral di atas, Serakahnomics langsung bernuansa pejoratif/negatif sejak diciptakan.
5.2 Potensi Diskusi Akademik
Beberapa bidang studi yang dapat meneliti Serakahnomics:
- Ekonomi Politik – korupsi, rent-seeking, regulatory capture.
- Etika Bisnis – moralitas dalam pengambilan keputusan ekonomi.
- Hukum Ekonomi – efektivitas kerangka hukum anti-monopoli.
- Sosiologi Ekonomi – dampak keserakahan terhadap kepercayaan sosial.
5.3 Persepsi Publik di Indonesia
- Penerimaan cepat: karena arti harfiahnya mudah dipahami.
- Dukungan luas: terhadap langkah tegas pemerintah.
- Ekspektasi tinggi: agar retorika diikuti tindakan nyata (penegakan hukum, penurunan harga pangan).
- Potensi dilema: jika pelaku besar tidak tersentuh, kepercayaan publik bisa kembali menurun.
Serakahnomics bukan sekadar istilah retorik, ia adalah lampu kuning bagi praktik ekonomi yang menempatkan keserakahan di atas segalanya. Dengan menamai fenomena ini secara gamblang, Presiden Prabowo menekan tombol reset bagi pembangunan ekonomi yang berlandaskan keadilan, hukum, dan kesejahteraan rakyat.
Artikel ini disusun melalui kajian pustaka terhadap dokumen resmi dan/atau laporan media bereputasi, serta verifikasi silang antarsumber tertulis.
Editor: Patrik Tatang, SE
Discussion about this post