FOTO: Seorang warga menggendong bayinya yang pingsan di tengah bentrokan warga Rempang dan aparat gabungan di Jembatan 4 Barelang, Batam, Kamis (7/9/2023). Bayi tersebut pingsan akibat terkena gas air mata yang masuk ke dalam rumahnya. (TribunBatam.id/Aminudin)
Utusan Rakyat – Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menkopolhukam) Mahfud MD mengimbau agar aparat penegak hukum berhati-hati dalam menangani konflik di Pulau Rempang, Batam, Provinsi Kepulauan Riau.
Konflik antara warga dengan aparat itu terjadi saat pengukuran untuk pengembangan kawasan wisata oleh Badan Pengusahaan (BP) Batam, beberapa hari lalu.
Mahfud menjelaskan warga serta aparat perlu mengetahui bahwa sudah terjadi kesepakatan mengenai ganti rugi dan relokasi.
“Sebenarnya kalau masalah hukumnya sudah selesai,” terang Mahfud di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Senin 11 September 2023.
Ia menjelaskan, pada 2004 ada nota kesepahaman (MoU) antara BP Batam dengan pengembang wisata di pulau-pulau dekat Batam salah satunya Pulau Rempang. Nota kesepahaman itu, ujar dia, dibuat sejak 2001 dan 2002.
Pemerintah daerah, ujarnya, juga telah mengeluarkan izin. Namun, ketika pengembang akan masuk memulai proyek, ujar Mahfud, sudah ada kegiatan pembangunan serta penghuni lama yang belum direlokasi.
“Izin-izin baru yang dikeluarkan sesudah MoU dibatalkan semua oleh menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK). Nah di situ terjadi perintah pengosongan karena tahun ini akan masuk kegiatan-kegiatan yang sudah diteken tahun 2004 sesuai kebijakan tahun 2001, 2002,” terang Mahfud.
Berdasarkan hasil kesepakatan, Mahfud mengatakan penghuni atau warga Pulau Rempang akan direlokasi.
Kegiatan dimulai 6 September 2023. Ia juga mengklaim bahwa pemerintah telah memberikan penggantian berupa tanah seluas 500 meter persegi dan dibangunkan rumah dengan ukuran (tipe) 45 dengan dana sebesar Rp120 juta setiap kepala keluarga.
“Besar (dana) itu, daerah terluar. Lalu diberi uang tunggu sebelum relokasi setiap kepala sebesar Rp1.034.000. Diberi uang sewa rumah sambil menunggu dapat rumah masing-masing Rp1 juta semuanya sudah disepakati, rakyatnya sudah setuju dalam pertemuan tanggal 6 (September 2023),” papar Mahfud.
Menurutnya konflik antara warga dan aparat terjadi disebabkan karena kedua belah pihak tidak terinformasi dengan baik bahwa sudah ada persetujuan relokasi dan pemberian uang pengganti.
“Rakyatnya yang hadir sekitar 80% sudah setuju semua. Nah, itu yang kemudian belum terinformasikan sehingga orang-orang yang apa. Ya ada provokatornya juga buktinya 8 orang ditangkap,” ucapnya.
Warga Pulau Rempang, sambung Mahfud, akan direlokasi ke daerah dekat pantai, mendapat tanah 500 meter (m). Adapun jumlah keluarga yang masuk dalam relokasi sebanyak 1200 kepala keluarga.
Pengembangan di Pulau Rempang, ujar dia, rencananya dilakukan di atas lahan seluas 2000 hektare (Ha).
Ia memperkirakan bahwa ada provokator yang memicu konflik warga dan aparat.
“Jadi yang masuk dalam MoU itu 17.500Ha yang dipakai investasi itu. Untuk pengembangan usaha sebesar 2000Ha dan 1200 KK dari situ diberi tadi ganti rugi, relokasi dan sebagainya bahwa ada yang keberatan, tidak setuju atau apa ada yang memprovokasi atau apa iya,” tuturnya.
“Oleh sebab itu saya berharap pada aparat penegak hukum, aparat keamanan supaya berhati-hati menangani ini supaya diberitahu bahwa sudah ada kesepakatan,” tegasnya. (Media Indonesia/add-01)